
- Harta gono gini (harta bersama) adalah seluruh aset yang diperoleh suami istri selama masa perkawinan mereka, berbeda dari harta bawaan (sebelum nikah) atau warisan/hadiah pribadi.
- Dasar hukum utama pengaturannya adalah UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (bagi Muslim), yang menetapkan prinsip kepemilikan bersama ini.
- Aset yang termasuk harta bersama sangat beragam, mulai dari properti, kendaraan, tabungan, investasi, hingga bisnis yang dibangun selama menikah, termasuk juga utang untuk kepentingan keluarga.
- Jika terjadi perceraian, harta bersama pada prinsipnya dibagi rata (50:50), sedangkan jika salah satu pasangan meninggal, separuh menjadi hak pasangan hidup dan separuh lainnya masuk ke dalam harta warisan almarhum.
- Pembagian dapat dilakukan melalui kesepakatan damai (idealnya dengan akta notaris) atau melalui gugatan pengadilan jika tidak ada kesepakatan, di mana pengumpulan bukti kepemilikan menjadi sangat penting.
Harta gono gini, atau yang dalam istilah hukum lebih formal dikenal sebagai harta bersama, adalah konsep penting dalam hukum perkawinan di Indonesia. Ini mencakup seluruh kekayaan atau aset yang didapatkan oleh suami istri selama ikatan perkawinan mereka berlangsung, baik dari hasil kerja masing-masing maupun usaha bersama. Penting untuk membedakannya dari harta bawaan atau harta perolehan pribadi.
Artikel ini akan mengupas tuntas konsep harta gono gini, jenis aset yang termasuk, serta dasar hukum pembagiannya. Mari simak pembahasannya!
Apa itu Harta Gono Gini (Harta Bersama)?
Seperti yang sudah disinggung, harta gono gini (atau harta bersama), menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, adalah semua harta benda yang diperoleh oleh suami istri selama mereka terikat dalam perkawinan.
Prinsip dasarnya adalah aset yang diperoleh setelah pernikahan menjadi milik bersama, kecuali jika ada perjanjian lain (seperti perjanjian pranikah atau pascanikah). Ini berbeda dengan:
- Harta Bawaan: Aset yang dimiliki oleh suami atau istri sebelum melangsungkan perkawinan. Harta ini tetap menjadi milik pribadi masing-masing.
- Harta Perolehan Pribadi (Selama Perkawinan): Aset yang diperoleh oleh masing-masing suami/istri selama perkawinan, namun berasal dari warisan atau hibah yang ditujukan khusus kepadanya, bukan kepada pasangan sebagai satu kesatuan. Harta ini juga menjadi milik pribadi penerima.
Pemisahan ini sangat penting karena hanya harta bersama yang menjadi objek pembagian jika terjadi perceraian atau kematian salah satu pasangan.
Baca juga:Â
- Contoh Surat Cerai, Terlengkap [Download GRATIS]
- Contoh Surat Talak Cerai Lengkap [Download Gratis!]
Dasar Hukum Harta Gono Gini
Pengaturan mengenai harta bersama (gono gini) di Indonesia didasarkan pada beberapa landasan hukum utama:
- Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan):
- Pasal 35: Ayat (1) menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Ayat (2) menegaskan bahwa harta bawaan dari masing-masing suami istri, dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (misalnya dalam perjanjian kawin).
- Pasal 36: Mengatur bahwa mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Untuk perbuatan hukum tertentu (seperti menjual atau menjaminkan), diperlukan persetujuan pasangan.
- Pasal 37: Menyatakan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing (merujuk pada hukum agama, adat, atau hukum lainnya, seperti KUHPerdata).
- Kompilasi Hukum Islam (KHI) – Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 (Bagi Umat Islam):
- Pasal 85: Mendefinisikan harta bersama sebagai harta yang diperoleh suami istri selama perkawinan.
- Pasal 96 & 97: Mengatur pembagian harta bersama jika terjadi kematian salah satu pihak atau perceraian. Prinsipnya, separuh menjadi hak pasangan yang hidup/diceraikan, dan separuh lainnya (atau bagian yang tersisa setelah dibagi dua) menjadi hak almarhum/diceraikan atau menjadi dasar perhitungan waris/pembagian lebih lanjut.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata/BW): Meskipun UU Perkawinan menjadi lex specialis, KUHPerdata masih relevan, terutama bagi non-Muslim atau untuk aspek perjanjian. Misalnya, Pasal 1338 mengenai kekuatan mengikat perjanjian yang sah (termasuk kesepakatan pembagian) dan Pasal 1851 mengenai akta perdamaian (dading). Pasal 119 BW (tentang persatuan harta) menjadi dasar jika tidak ada UU Perkawinan atau jika ada perjanjian kawin spesifik yang merujuk padanya (meski UU Perkawinan lebih utama untuk perkawinan setelah 1974 tanpa prenup).
- Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015: Memungkinkan pembuatan perjanjian perkawinan (termasuk potensi pisah harta) tidak hanya sebelum menikah, tetapi juga selama dalam ikatan perkawinan.
Baca juga: 7 Contoh Surat Perjanjian Damai Berbagai Perselisihan
Apa Saja yang Termasuk Harta Gono Gini?
Secara umum, hampir semua jenis aset yang diperoleh selama masa perkawinan dapat dikategorikan sebagai harta bersama (gono gini). Berikut beberapa contohnya:
- Aset Tidak Bergerak: Rumah, tanah, apartemen, ruko, atau properti lain yang dibeli atau dibangun selama pernikahan.
- Aset Bergerak: Kendaraan (mobil, motor), perhiasan yang dibeli selama menikah (bukan hadiah personal spesifik), perabotan rumah tangga, peralatan elektronik.
- Uang dan Investasi:
- Gaji atau penghasilan suami/istri yang masuk ke rekening (meskipun rekening atas nama satu orang).
- Tabungan bersama maupun tabungan pribadi yang sumbernya dari penghasilan selama menikah.
- Deposito, saham, obligasi, reksadana yang dibeli selama menikah.
- Nilai tunai polis asuransi jiwa (jika ada dan dibayar selama menikah).
- Piutang dari usaha yang dijalankan bersama.
- Usaha/Bisnis: Bisnis atau usaha yang didirikan dan dikembangkan bersama selama pernikahan, termasuk aset-aset bisnis tersebut.
- Utang Bersama: Perlu diingat, “harta” dalam konteks ini juga mencakup kewajiban. Utang yang dibuat untuk kepentingan keluarga selama pernikahan (misalnya KPR rumah bersama, cicilan mobil keluarga, utang modal usaha bersama) juga dianggap sebagai “utang bersama” yang harus diperhitungkan dalam pembagian.
Sekali lagi ditegaskan, harta bawaan (dimiliki sebelum menikah) dan harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan khusus untuk salah satu pihak tidak termasuk harta bersama, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Aturan Pembagian Harta Gono Gini
Pembagian harta bersama menjadi relevan terutama dalam dua situasi: perceraian dan kematian salah satu pasangan.
Pembagian Jika Terjadi Perceraian
Prinsip dasarnya, baik menurut UU Perkawinan maupun KHI, harta bersama dibagi dua sama rata (50:50) antara suami dan istri setelah perceraian resmi diputuskan oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap (incraht).
- Siapa yang Berhak? Hak atas bagian harta bersama ini melekat pada status sebagai suami/istri. Jadi, meskipun istri yang menggugat cerai, ia tetap berhak atas setengah bagian harta bersama, begitu pula sebaliknya jika suami yang menggugat. Penyebab perceraian (misalnya perselingkuhan) umumnya tidak secara langsung menghapus hak atas harta bersama, meskipun mungkin mempengaruhi aspek lain seperti hak asuh anak atau nafkah iddah/mut’ah (bagi Muslim).
- Proses Pembagian:
- Jalur Damai/Kesepakatan: Ini adalah cara terbaik dan paling efisien. Suami dan istri berunding dan sepakat mengenai pembagian aset. Kesepakatan ini dituangkan dalam Perjanjian Pembagian Harta Bersama tertulis, idealnya dibuat di hadapan Notaris agar memiliki kekuatan hukum yang kuat. Kesepakatan ini juga bisa dimasukkan dalam Akta Perdamaian (Acta Van Dading) jika proses perceraian sudah berjalan di pengadilan. (Dasar: Pasal 1338 & 1851 KUHPerdata).
- Jalur Sengketa/Gugatan Pengadilan: Jika tidak ada kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan pembagian harta bersama ke pengadilan yang berwenang (Pengadilan Agama bagi Muslim, Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim). Gugatan ini bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai atau setelah putusan cerai incraht. Pengadilan akan memeriksa bukti-bukti kepemilikan, menilai aset, memperhitungkan utang bersama, dan memutuskan pembagiannya (umumnya 50:50). (Dasar: Pasal 37 UU Perkawinan, Pasal 97 KHI).
Pembagian Jika Salah Satu Pasangan Meninggal Dunia
Jika perkawinan putus karena kematian, mekanismenya berbeda:
- Pemisahan Harta Bersama: Pertama-tama, seluruh harta bersama harus diidentifikasi dan dipisahkan dari harta pribadi almarhum/almarhumah dan harta pribadi pasangan yang masih hidup.
- Hak Pasangan Hidup: Setengah (1/2) dari nilai total harta bersama tersebut menjadi hak mutlak pasangan yang masih hidup. Ini bukan warisan, melainkan haknya atas harta bersama.
- Bagian Warisan: Setengah (1/2) sisanya dari harta bersama tersebut menjadi bagian dari harta peninggalan (warisan) almarhum/almarhumah. Harta warisan ini (termasuk bagian 1/2 harta bersama tadi ditambah harta pribadi almarhum/almarhumah) kemudian baru dibagi kepada seluruh ahli waris yang sah (termasuk pasangan yang masih hidup, jika ia berhak sebagai ahli waris) sesuai dengan hukum waris yang berlaku (Hukum Waris Islam, Adat, atau BW). (Dasar: Pasal 96 KHI, Pasal 35 UU Perkawinan, Hukum Waris terkait).
Apakah Harta Gono Gini Bisa Gugur?
Pertanyaan ini sering muncul, terutama terkait dengan penyebab perceraian. Secara umum, hak atas bagian dari harta gono gini tidak gugur hanya karena:
- Salah satu pihak mengajukan cerai: Siapapun yang memulai proses perceraian (suami atau istri) tetap berhak atas bagiannya dari harta bersama.
- Kesalahan/Penyebab Perceraian: Dalam hukum Indonesia, kesalahan yang menyebabkan perceraian (misalnya perselingkuhan) umumnya tidak menghapuskan hak pihak yang bersalah atas harta bersama. Pembagian tetap didasarkan pada prinsip harta yang diperoleh selama perkawinan.
Namun, status harta bersama bisa terpengaruh atau tidak berlaku jika:
- Ada Perjanjian Pra-nikah/Pasca-nikah (Pemisahan Harta): Jika sebelum atau selama menikah pasangan membuat perjanjian pemisahan harta yang sah di hadapan notaris (sesuai Pasal 29 UU Perkawinan dan Putusan MK terkait), maka tidak ada harta bersama.
- Harta Habis untuk Utang Bersama: Jika ada utang bersama yang nilainya melebihi aset bersama.
Baca Juga: Perjanjian Pra Nikah: Syarat, Isi, dan Cara Membuatnya
Tips Penting Saat Mengurus Harta Gono Gini
Mengurus pembagian harta gono gini bisa menjadi proses yang emosional dan kompleks. Berikut beberapa tips praktis:
- Kumpulkan Bukti Kepemilikan & Dokumen Sejak Awal: Ini adalah langkah paling krusial. Simpan dengan baik semua dokumen asli dan salinannya, seperti:
- Sertifikat tanah/rumah, IMB, BPKB kendaraan.
- Bukti transaksi pembelian aset (faktur, kuitansi).
- Buku tabungan/rekening koran (terutama rekening bersama atau rekening sumber gaji).
- Bukti cicilan KPR, kredit mobil, dll.
- Dokumen pendirian usaha bersama, laporan keuangan.
- Bukti kontribusi signifikan jika ada (misal, bukti transfer renovasi rumah dari tabungan pribadi sebelum menikah).
- Pisahkan Harta Bawaan vs. Harta Bersama: Buat daftar inventaris aset yang jelas: mana yang dimiliki sebelum menikah (harta bawaan), mana yang merupakan hadiah/warisan pribadi selama menikah, dan mana yang diperoleh bersama selama menikah (harta bersama). Ini akan memperjelas objek yang akan dibagi.
- Identifikasi Utang Bersama: Jangan hanya fokus pada aset. Buat daftar utang yang timbul selama pernikahan untuk kepentingan keluarga (KPR, utang usaha bersama, cicilan aset bersama). Utang ini harus diperhitungkan dalam pembagian (mengurangi nilai aset bersih).
- Perhatikan Aset Digital: Di zaman sekarang, aset digital bisa memiliki nilai signifikan. Identifikasi saldo e-wallet, investasi kripto, saham online, aset bisnis online, atau kekayaan intelektual yang dihasilkan selama pernikahan menggunakan sumber daya bersama.
- Pertimbangkan Kepentingan Terbaik Anak: Meskipun pembagian harta adalah antara suami-istri, hasil pembagian (terutama terkait rumah tinggal) dapat berdampak pada anak. Usahakan mencari solusi pembagian yang juga mempertimbangkan stabilitas dan kebutuhan tempat tinggal anak pasca perceraian, meskipun secara hukum hak anak lebih terfokus pada nafkah dan hak asuh.
Memahami konsep harta gono gini atau harta bersama adalah penting bagi setiap pasangan suami istri. Ini bukan hanya relevan saat terjadi perceraian atau kematian, tetapi juga untuk perencanaan keuangan keluarga yang lebih baik. Dengan pemahaman yang benar dan komunikasi yang baik, potensi konflik terkait pembagian harta dapat diminimalkan.
Untuk dokumen-dokumen kesepakatan pembagian harta atau perjanjian terkait lainnya, pastikan Anda menggunakan cara yang aman dan sah secara hukum. Mekari Sign menyediakan tanda tangan digital tersertifikasi dan e-meterai untuk menjamin keabsahan dan keamanan dokumen digital penting Anda.
Urusan dokumen jadi lebih mudah dengan Mekari Sign!

Referensi:
- Undang-undang (UU) No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
- Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
- Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.