
Seseorang bisa menciptakan versi digital Anda tanpa izin, tanpa batas. Inilah potensi ancaman dari deepfake yang kini merebak di dunia maya, memanfaatkan kecanggihan AI untuk meniru wajah, suara, bahkan gaya bicara seseorang.
Risikonya bukan hanya reputasi pribadi yang tercoreng, tetapi juga keamanan data, penyebaran informasi palsu, dan kejahatan digital lainnya. Apa yang membuat deepfake di 2025 semakin mengkhawatirkan, dan bagaimana cara menghindarinya? Selengkapnya akan dibahas sebagai berikut.
Apa Itu Deepfake?
Deepfake adalah istilah yang berasal dari gabungan kata “deep learning” (pembelajaran mendalam) dan “fake” (palsu). Secara teknis, ini merujuk pada media sintetis baik video, audio, maupun gambar yang telah dimanipulasi atau diciptakan dari nol menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membuat seseorang tampak mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak pernah terjadi.
Teknologi ini mencuat sejak 2017 dan awalnya digunakan secara ilegal untuk menukar wajah selebritas dalam konten dewasa. Kini, deepfake berkembang pesat dan menjadi ancaman serius bagi keamanan data, reputasi publik, serta stabilitas politik global.
Bagaimana Cara Kerja Teknologi Deepfake?
Teknologi deepfake bekerja dengan mengandalkan algoritma kecerdasan buatan, terutama Generative Adversarial Networks (GANs), untuk menciptakan media palsu yang sangat meyakinkan. Memahami cara kerjanya penting agar kita bisa mengenali potensi bahayanya sejak awal.
Cara Kerja Generative Adversarial Networks (GANs)
GANs terdiri dari dua jaringan AI yang “beradu” untuk menciptakan hasil deepfake yang realistis:
- Generator menciptakan konten palsu seperti wajah buatan atau kloning suara.
- Diskriminator mengevaluasi konten dan mengidentifikasi apakah itu asli atau palsu.
- Kedua jaringan belajar dari kesalahan masing-masing hingga hasil akhir sulit dibedakan dari aslinya.
- Proses ini terus berulang hingga deepfake tampil nyaris sempurna dan menipu mata manusia.
Proses Pembuatan Deepfake
Untuk menciptakan deepfake, sistem mengikuti tahapan berikut:
- Kumpulkan data visual seperti foto dan video target dari berbagai sudut dan ekspresi.
- Latih model AI agar memahami ciri khas wajah, suara, atau gerakan target.
- Manipulasi konten melalui teknik seperti face swapping, lip-syncing, atau kloning suara.
- Hasil akhirnya berupa video atau audio palsu yang sangat sulit dideteksi keasliannya secara manual.
Jenis-Jenis Deepfake yang Perlu Anda Waspadai

Dok. Mekari Sign
Teknologi deepfake dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk media. Memahami jenis-jenisnya dapat membantu kita lebih waspada terhadap potensi manipulasi. Berikut adalah beberapa jenis deepfake yang umum ditemui:
1. Video Deepfake
Ini adalah jenis deepfake yang paling dikenal, di mana wajah seseorang diganti dengan wajah orang lain dalam sebuah video (face swap), atau ekspresi wajah dan gerakan bibir seseorang dimanipulasi agar tampak mengatakan atau melakukan sesuatu yang berbeda.
Contohnya adalah mengganti wajah aktor dengan tokoh politik dalam sebuah video untuk tujuan parodi, hiburan, propaganda, atau penipuan.
2. Audio Deepfake
Audio deepfake atau voice cloning adalah teknik meniru suara seseorang menggunakan AI dengan hanya memerlukan sampel suara yang relatif pendek. Teknologi ini mampu mereplikasi nada, aksen, dan gaya bicara target dengan sangat mirip.
Audio deepfake sering digunakan dalam penipuan melalui panggilan telepon palsu (seperti modus “CEO scam”), prank, atau rekayasa suara tokoh terkenal untuk menyebarkan informasi palsu.
3. Image-based Deepfake
Jenis ini melibatkan manipulasi gambar statis atau foto. Misalnya, menambahkan ekspresi wajah tertentu pada foto seseorang, mengganti wajah dalam sebuah foto grup, atau bahkan menciptakan gambar wajah orang yang tidak pernah ada namun terlihat sangat realistis. Tools berbasis GAN seperti StyleGAN sering digunakan untuk manipulasi gambar semacam ini.
4. Text-to-Video Deepfake
Ini merupakan teknologi yang lebih baru dan sangat canggih. Pengguna hanya perlu memasukkan deskripsi berupa teks, dan AI akan secara otomatis membuat video berdasarkan deskripsi tersebut. Salah satu contoh yang terkenal adalah Sora dari OpenAI.
Potensi bahaya dari text-to-video deepfake sangat besar, terutama dalam kemampuannya menciptakan dan menyebarkan narasi palsu seolah-olah peristiwa tersebut benar-benar terjadi dengan sangat mudah.
Baca juga: Apa Itu Phishing? Kenali Ciri-ciri dan Cara Mencegahnya
Dampak Negatif Deepfake?
Deepfake bukan sekadar teknologi hiburan. Konten palsu ini dapat merusak demokrasi, keuangan, hingga reputasi personal secara serius.
- Merusak Demokrasi dan Opini Publik: Deepfake digunakan untuk menyebar disinformasi politik, menjatuhkan lawan, dan memanipulasi pemilih menjelang pemilu. Konten palsu dapat menggerus kepercayaan publik terhadap media dan pemerintah.
- Menjadi Alat Kejahatan Finansial: Pelaku meniru suara eksekutif untuk menipu staf keuangan (CEO fraud), menyebar video palsu agar saham perusahaan jatuh, atau menyabotase reputasi kompetitor secara digital.
- Menghancurkan Reputasi Individu: Deepfake kerap dipakai untuk fitnah visual, pemerasan (sextortion), hingga pornografi non-konsensual. Dampaknya mencakup trauma psikologis dan kerusakan nama baik yang sulit dipulihkan.
- Terjadi Nyata di Indonesia: Kasus video palsu mengatasnamakan pejabat untuk menipu warga lewat program motor murah, atau video syur manipulatif terhadap selebritas, menunjukkan bahwa siapa pun bisa jadi korban.
Cara Mendeteksi Deepfake
Di tengah lonjakan konten digital manipulatif, kemampuan mendeteksi deepfake menjadi keterampilan penting. Ada dua pendekatan utama yang digunakan saat ini: observasi manual dan teknologi otomatis berbasis kecerdasan buatan.
1. Amati Ciri Visual yang Tidak Wajar
Meskipun teknologi deepfake terus berkembang, masih ada sejumlah kejanggalan visual yang dapat diamati secara manual. Deteksi ini berguna sebagai lapisan awal validasi, terutama ketika akses ke alat forensik terbatas.
- Kedipan mata tidak normal: Karakter berkedip terlalu cepat, lambat, atau tidak sinkron.
- Sinkronisasi bibir tidak presisi: Gerakan bibir sering tidak cocok dengan audio.
- Detail wajah tampak blur: Area seperti garis rahang, rambut, atau ekspresi sering terdistorsi.
- Pencahayaan inkonsisten: Bayangan wajah tidak sesuai dengan arah cahaya di sekitarnya.
- Warna kulit dan ekspresi kaku: Indikasi bahwa ekspresi dan tone tidak natural.
2. Gunakan Deteksi Teknologi Berbasis AI
Ketika manipulasi visual semakin sempurna, teknologi menjadi alat utama untuk identifikasi deepfake secara akurat dan efisien. Pendekatan ini sudah diadopsi luas dalam keamanan siber, verifikasi identitas, dan forensik digital.
- AI Deteksi Deepfake: Model pembelajaran mesin mengenali pola visual dan artefak manipulasi.
- Forensik Digital: Pemeriksaan teknis metadata, noise gambar, dan jejak kompresi.
- Liveness Detection: Teknologi real-time untuk memastikan kehadiran fisik pengguna, bukan hasil manipulasi, video playback, atau topeng digital.
Liveness detection kini menjadi tulang punggung sistem verifikasi identitas digital yang modern membangun kepercayaan dengan membuktikan bahwa seseorang hadir secara nyata, bukan sekadar muncul dalam konten digital buatan.
Manfaat Positif Deepfake (Secara Etis)
Teknologi deepfake tidak selalu berkonotasi negatif. Jika digunakan dengan persetujuan dan tujuan yang jelas, deepfake dapat membuka potensi besar di berbagai bidang.
- Film dan Hiburan: Sineas menggunakan deepfake untuk efek de-aging aktor atau menyelesaikan peran aktor yang telah wafat. Contoh suksesnya terlihat pada film Furious 7 (Paul Walker) dan Star Wars (Carrie Fisher).
- Pendidikan dan Pelatihan: Simulasi interaktif deepfake memungkinkan pelajar “berdialog” dengan tokoh sejarah. Dunia korporat memanfaatkannya untuk pelatihan realistis di layanan pelanggan dan medis.
- Aksesibilitas Digital: Voice cloning membantu penyandang disabilitas yang kehilangan kemampuan bicara. Dengan rekaman suara lama, mereka bisa berkomunikasi kembali lewat suara sintetis yang mirip aslinya.
Regulasi dan Etika Hukum Penggunaan Deepfake
Beberapa undang-undang di Indonesia dapat digunakan untuk menjerat pelaku penyalahgunaan deepfake, meskipun belum ada aturan khusus yang mengaturnya secara langsung:
- Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024: Melindungi pengguna digital dari konten ilegal dan manipulatif:
- Pasal 27 ayat (1): Larang distribusi konten tanpa hak → penjara max 6 tahun/denda max Rp1 miliar.
- Pasal 27 ayat (3): Atur pencemaran nama baik lewat media elektronik.
- Pasal 28 ayat (1): Larang penyebaran hoaks yang merugikan konsumen.
- Pasal 51: Larang manipulasi data digital → penjara max 12 tahun/denda max Rp12 miliar.
- Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023: Atur pemalsuan dokumen dan pelanggaran kesusilaan digital:
- Pasal 263: Jerat pemalsuan surat jika deepfake digunakan sebagai bukti palsu.
- Pasal 281–283, Pasal 407: Tindak konten deepfake bermuatan asusila atau pornografi.
- Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022: Lindungi data biometrik seperti wajah dan suara dari penyalahgunaan:
- Pasal 66: Larang pembuatan data palsu demi keuntungan pribadi/orang lain.
- Pasal 68: Sanksi bagi pelanggar → penjara max 6 tahun/denda max Rp6 miliar.
- Undang-undang (UU) No. 44 Tahun 2008: Berlaku untuk deepfake yang bermuatan seksual eksplisit:
- Pasal 1: Definisikan pornografi termasuk media digital cabul.
- Pasal 4 ayat (1): Larang produksi dan penyebaran konten pornografi.
- Pasal 29: Sanksi → penjara 6–12 tahun dan/atau denda Rp250 juta–Rp6 miliar.
Baca juga: Memahami Peran Tanda Tangan Digital dalam Mencegah Ancaman Cyber
Cara Melindungi Diri dari Ancaman Deepfake
Menghadapi ancaman deepfake membutuhkan kombinasi kesadaran digital dan teknologi perlindungan yang kuat. Berikut langkah yang dapat diterapkan oleh individu maupun bisnis:
Untuk Individu
- Batasi Jejak Biometrik: Hindari unggahan foto close-up atau video wajah di media sosial publik. Gunakan pengaturan privasi untuk membatasi akses terhadap data pribadi Anda.
- Jangan Langsung Percaya Konten Mengejutkan: Waspadai video atau audio yang emosional atau mendesak. Selalu verifikasi kebenaran pesan lewat saluran komunikasi terpercaya, seperti telepon langsung.
- Aktifkan Keamanan Tambahan: Gunakan autentikasi dua faktor (2FA) di semua akun penting seperti email, media sosial, dan perbankan untuk mencegah akses ilegal.
Untuk Bisnis
- Latih Tim Hadapi Ancaman Deepfake: Adakan pelatihan siber rutin untuk seluruh karyawan, terutama tim keuangan, HR, dan eksekutif. Fokuskan pada ancaman voice cloning dan manipulasi identitas.
- Terapkan Protokol Verifikasi Ganda: Buat prosedur verifikasi ketat untuk transaksi penting. Misalnya, konfirmasi melalui email resmi dan panggilan ke nomor yang telah diverifikasi.
- Gunakan Verifikasi Berbasis Teknologi: Adopsi sistem identitas digital dengan liveness detection untuk memastikan bahwa penandatangan dokumen atau mitra bisnis benar-benar hadir secara fisik, bukan hasil manipulasi AI.
Di tengah maraknya ancaman deepfake, perusahaan harus beralih ke pertahanan proaktif. Verifikasi identitas berbasis teknologi seperti liveness detection kini wajib sebagai fondasi keamanan digital.
- Hentikan: Jangan langsung bertindak. Penipu selalu mengandalkan urgensi untuk memicu kepanikan.
- Hubungi Balik: Tutup panggilan tersebut. Segera hubungi nomor telepon resmi atasan atau rekan kerja yang sudah tersimpan di kontak Anda, bukan dari nomor penelepon.
- Gunakan Saluran Berbeda: Lakukan konfirmasi ulang permintaan tersebut melalui email resmi perusahaan atau platform pesan instan internal.
- Libatkan Pihak Kedua: Minta rekan kerja lain di tim keuangan atau departemen terkait untuk ikut memverifikasi permintaan tersebut sebelum mengambil tindakan apa pun.
Itulah penjelasan lengkap mengenai deepfake, mulai dari cara kerja, risiko, hingga langkah konkret untuk melindungi diri dari Mekari Sign. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi AI, penting bagi individu dan bisnis untuk waspada terhadap ancaman seperti deepfake, spoofing, dan bentuk kejahatan siber lainnya.
Untuk mendukung keamanan identitas digital dan legalitas dokumen Anda, jelajahi blog Mekari Sign untuk mendapatkan wawasan terkini seputar keamanan digital, perlindungan data, dan panduan dokumen bisnis terpercaya.
Cegah manipulasi dokumen dengan tanda tangan digital tersertifikasi dari Mekari Sign

Referensi
- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
- Detik News. Pelaku Deepfake Catut Presiden Prabowo Raup Untung hingga Rp 6,5 Juta.
- Polisi Tangkap 3 Tersangka Pembuat Video Deepfake Khofifah Indar Parawansa.