![featured image Fungsi Meterai untuk Perjanjian [Peraturan Baru!]](https://mekarisign.com/wp-content/uploads/2022/12/featured-image-Fungsi-Meterai-untuk-Perjanjian-Peraturan-Baru.webp)
- Meterai Rp10.000 berfungsi sebagai bukti pelunasan pajak dokumen dan alat pembuktian hukum dalam perjanjian, sesuai UU No. 10 Tahun 2020.
- Meskipun bukan syarat sah perjanjian, meterai penting untuk memperkuat posisi hukum jika dokumen disengketakan di pengadilan.
- Jenis meterai yang berlaku saat ini adalah meterai tempel (fisik) dan e-Meterai, keduanya memiliki kekuatan hukum setara.
- Jika perjanjian tidak dibubuhi meterai, dokumen tetap sah secara perdata namun tidak dapat langsung digunakan sebagai bukti hukum kecuali melalui proses pemeteraian kemudian.
Meterai Rp10.000 bukan sekadar tempelan di atas kertas, ia punya kekuatan hukum dan fiskal yang tidak bisa disepelekan. Salah pemakaian bisa berujung pada dokumen dianggap tidak sah saat diuji secara hukum.
Lalu, dalam konteks perjanjian, kapan harus pakai meterai dan berapa tarif resminya? Selengkapnya akan dibahas sebagai berikut.
Apa Itu Meterai dan Mengapa Penting dalam Perjanjian?
Meterai adalah pajak atas dokumen sesuai UU No. 10 Tahun 2020. Dalam perjanjian, meterai bukan sekadar formalitas, tetapi bukti pemenuhan kewajiban bea meterai yang diakui negara.
Kehadirannya memperkuat aspek legal dan menunjukkan keseriusan pihak yang terlibat. Meski bukan syarat sah perjanjian, meterai penting dalam proses pembuktian hukum dan kepatuhan fiskal.
Fungsi Utama Meterai dalam Surat Perjanjian
Meterai memiliki beberapa fungsi krusial ketika dibubuhkan pada surat perjanjian. Memahami fungsi-fungsi ini akan membantu Anda mengapresiasi pentingnya penggunaan meterai dengan benar.
Pajak atas Dokumen (Fungsi Fiskal)
Fungsi paling mendasar dari meterai adalah sebagai bentuk pembayaran pajak atas dokumen tertentu yang bersifat perdata. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2020, bea meterai merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Dengan membubuhkan meterai, berarti Anda telah melunasi kewajiban pajak kepada negara atas dokumen perjanjian yang dibuat.
Syarat Alat Bukti di Pengadilan (Fungsi Yuridis)
Pasal 3 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2020 menyatakan bahwa dokumen yang dikenai bea meterai dan tidak atau kurang dibubuhi meterai sebagaimana mestinya tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Artinya, jika suatu saat terjadi sengketa terkait perjanjian tersebut, keberadaan meterai yang sesuai menjadi syarat agar dokumen perjanjian Anda memiliki kekuatan pembuktian yang optimal. Hal ini juga berlaku untuk berbagai bentuk alat bukti elektronik yang mungkin terkait dengan perjanjian Anda.
Memberikan Kepastian Hukum
Penting untuk digarisbawahi bahwa meterai bukanlah syarat sahnya suatu perjanjian. Keabsahan suatu perjanjian ditentukan oleh terpenuhinya empat syarat kumulatif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yaitu:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang (halal).
Selama keempat syarat ini terpenuhi, perjanjian tersebut sah secara hukum perdata, meskipun tidak dibubuhi meterai. Namun, ketiadaan meterai akan berdampak pada fungsi dokumen tersebut sebagai alat bukti di muka persidangan. Jadi, meterai lebih berfungsi untuk memberikan kepastian hukum dari sisi pembuktian.
Masih banyak yang keliru memahami posisi hukum meterai. Pada perjanjian, sah atau tidaknya suatu dokumen tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai. Namun, ketika perjanjian disengketakan dan dibawa ke ranah pengadilan, keberadaan meterai menjadi penting sebagai bentuk penguatan bukti tertulis.
Pernyataan ini menegaskan bahwa penggunaan meterai lebih bersifat preventif untuk mendukung posisi hukum para pihak dalam menghadapi potensi sengketa, bukan sebagai validasi legal formal dari isi perjanjian itu sendiri.
Baca Juga: 4 Syarat Sah Perjanjian dan Penjelasan Lengkapnya
Berapa Tarif Meterai untuk Surat Perjanjian Saat Ini?
Sejak tanggal 1 Januari 2021, pemerintah memberlakukan tarif tunggal untuk bea meterai, yaitu sebesar Rp10.000 (sepuluh ribu rupiah) per dokumen. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Tarif tunggal Rp10.000 ini menggantikan dua tarif meterai sebelumnya, yaitu Rp3.000 dan Rp6.000. Jadi, untuk setiap surat perjanjian yang Anda buat dan termasuk dalam kategori dokumen yang wajib dikenai bea meterai, Anda perlu menggunakan meterai dengan nominal Rp10.000.
Baca juga: Pelajari Dokumen Digital Mulai dari Pengertian, Manfaat, dan Contohnya!
Fungsi Spesifik Meterai dan Dokumen yang Diperlukan
Fungsi spesifik dari meterai Rp10.000 pada dasarnya sama dengan fungsi meterai secara umum yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni sebagai pajak atas dokumen dan sebagai syarat agar dokumen dapat dijadikan alat bukti di pengadilan. Nominal Rp10.000 adalah tarif yang berlaku saat ini untuk memenuhi kedua fungsi tersebut.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2020, dokumen-dokumen yang wajib dibubuhi meterai Rp10.000 antara lain :
- Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya. Ini mencakup berbagai jenis kesepakatan, termasuk contoh kontrak bisnis yang kompleks.
- Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
- Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) beserta salinan dan kutipannya, misalnya dalam pembuatan surat perjanjian jual beli rumah.
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang.
- Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
- Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Baca juga: Dokumen Elektronik? Dasar Hukum, Jenis, dan Contohnya
Jenis-Jenis Meterai yang Berlaku: Fisik vs Elektronik (e-Meterai)
Seiring perkembangan teknologi, kini tersedia dua jenis meterai yang diakui penggunaannya di Indonesia:

Dok. Mekari Sign
Meterai Tempel (Fisik)
Meterai tempel adalah bentuk meterai konvensional yang berupa kertas berperekat dengan ciri-ciri khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ciri-ciri meterai tempel Rp10.000 antara lain memiliki gambar lambang negara Garuda Pancasila, tulisan “METERAI TEMPEL”, angka “10000” dan tulisan “SEPULUH RIBU RUPIAH”, serta elemen pengaman lainnya untuk mencegah pemalsuan.
Meterai Elektronik (e-Meterai)
Meterai Elektronik atau e-Meterai adalah meterai dalam format digital yang memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diterbitkan oleh PERURI. Penggunaan e-Meterai diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan memiliki beberapa keunggulan signifikan :
- Efisiensi: Proses pembelian dan pembubuhan e-Meterai jauh lebih cepat dan mudah karena dapat dilakukan secara daring.
- Keamanan: e-Meterai dilengkapi dengan fitur keamanan digital untuk mencegah pemalsuan dan memastikan keaslian dokumen.
- Kesetaraan Hukum: Dokumen elektronik yang dibubuhi e-Meterai memiliki kekuatan hukum yang setara dengan dokumen kertas yang menggunakan meterai tempel.
- Kemudahan Integrasi: Banyak platform digital, termasuk Mekari Sign yang menyediakan e-Meterai Peruri, yang memudahkan proses pembubuhan e-Meterai pada dokumen elektronik Anda.
Baca Juga: Cara Beli e-Meterai Resmi Peruri
Dasar Hukum Penggunaan Meterai di Indonesia
Pemahaman mengenai fungsi dan penggunaan meterai tidak lepas dari dasar hukum yang mengaturnya. Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan utama yang relevan:
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai: Merupakan payung hukum utama yang mengatur segala aspek terkait bea meterai di Indonesia, termasuk tarif, objek, dan subjek bea meterai.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.03/2021: Mengatur tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian. Peraturan ini memberikan detail teknis pelaksanaan UU Bea Meterai, termasuk mengenai e-Meterai.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): Khususnya Pasal 1320 yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian, yang menegaskan bahwa meterai bukanlah salah satu syarat tersebut.
Baca Juga: 5 Distributor Resmi e-Meterai di Indonesia
Bagaimana Jika Perjanjian Tidak Menggunakan Meterai?
Seperti yang telah dijelaskan, ketiadaan meterai pada surat perjanjian tidak secara otomatis membuat perjanjian tersebut menjadi tidak sah, selama syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata terpenuhi. Perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak secara perdata.
Namun, konsekuensi utama dari perjanjian yang tidak dibubuhi meterai adalah dokumen tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan (Pasal 3 UU Bea Meterai). Jika suatu saat timbul sengketa dan Anda ingin mengajukan perjanjian tersebut sebagai bukti, maka dokumen tersebut harus melalui proses pemeteraian kemudian (sering disebut juga nazegelen atau leges).
Pemeteraian kemudian adalah proses pelunasan bea meterai yang terutang atas dokumen yang belum atau kurang dibubuhi meterai, yang dilakukan di kantor pos atau oleh pejabat yang ditunjuk, beserta denda administrasinya.
Baca Juga: Contoh dan Cara Tanda Tangan di Atas Materai yang Benar
Itulah penjelasan lengkap mengenai fungsi meterai 10000 dalam perjanjian, tarif yang berlaku, serta dasar hukumnya dari Mekari Sign. Memahami peran meterai sebagai pajak atas dokumen dan syarat alat bukti di pengadilan adalah krusial. Meskipun bukan penentu keabsahan perjanjian, penggunaan meterai Rp10.000 memastikan dokumen Anda memiliki kekuatan pembuktian yang optimal dan telah memenuhi kewajiban fiskal.
Untuk memastikan setiap perjanjian dan dokumen penting Anda memiliki kekuatan hukum yang optimal dan memenuhi kewajiban bea terutang, penggunaan meterai, termasuk e-Meterai, menjadi sangat krusial. Jika Anda ingin memperdalam wawasan seputar dokumen legal, solusi tanda tangan digital, dan berbagai aspek hukum bisnis lainnya, kunjungi artikel-artikel terbaru di Blog Mekari Sign untuk mendapatkan panduan praktis dan terpercaya.
Bubuhkan e-Meterai Rp10.000 langsung dari platform Mekari Sign!

Referensi
- JDIH Mahkamah Agung RI – Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Kementerian Keuangan RI – Peraturan Menteri Keuangan No. 134/PMK.03/2021
- Peraturan BPK RI – Undang-Undang No. 10 Tahun 2020