
- Syarat sah perjanjian di Indonesia diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
- Terdapat empat syarat utama: Kesepakatan, Kecakapan, Hal Tertentu, dan Sebab yang Halal.
- Syarat ini terbagi menjadi syarat subjektif (terkait para pihak) dan syarat objektif (terkait isi perjanjian).
- Jika syarat tidak terpenuhi, akibatnya perjanjian bisa dapat dibatalkan atau batal demi hukum.
Setiap kesepakatan yang kita buat, baik lisan maupun tulisan, tidak serta merta sah dan mengikat di mata hukum. Ada empat syarat sah perjanjian yang wajib dipenuhi agar sebuah kesepakatan memiliki kekuatan hukum dan dapat dipaksakan pelaksanaannya. Memahami keempat syarat ini sangat penting untuk melindungi hak Anda dan menghindari risiko di kemudian hari.
Artikel ini akan mengupas tuntas keempat syarat sah perjanjian tersebut.
Apa Itu Perjanjian?
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Peristiwa ini melahirkan sebuah hubungan hukum yang disebut perikatan, di mana timbul hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya.
Perjanjian bisa dibuat secara lisan maupun tertulis. Namun, dalam dunia bisnis dan transaksi penting lainnya, perjanjian tertulis sangat dianjurkan karena berfungsi sebagai alat bukti yang kuat jika di kemudian hari terjadi perselisihan.
Baca juga:ย 100+ Istilah Umum dalam Dunia Legal
Dasar Hukum Syarat Sah Perjanjian
Landasan hukum utama yang mengatur syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal ini adalah fondasi bagi setiap kontrak atau perjanjian yang dibuat di Indonesia.
Selain itu, ada pula pasal-pasal lain yang relevan seperti Pasal 1338 KUHPerdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda) dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Baca juga:ย Perjanjian dan Kontrak: Apa Persamaan dan Perbedaannya?
Asas-Asas Penting dalam Perjanjian
Sebelum membahas syarat sah, penting untuk mengetahui beberapa asas (prinsip) dasar yang melandasi hukum perjanjian di Indonesia:
- Asas Kebebasan Berkontrak: Para pihak bebas untuk membuat perjanjian apapun dan menentukan isinya, selama tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
- Asas Konsensualisme: Perjanjian lahir sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak. Artinya, kesepakatan lisan pun pada dasarnya sudah mengikat, kecuali undang-undang mensyaratkan bentuk tertentu (misalnya, perjanjian jual beli tanah harus dengan akta PPAT).
- Asas Pacta Sunt Servanda: Perjanjian yang sah mengikat para pihak seperti halnya sebuah undang-undang.
- Asas Itikad Baik: Para pihak wajib melaksanakan isi perjanjian dengan niat yang baik, jujur, dan adil.
Baca juga:ย Apa itu Perjanjian Terapeutik? Semua yang Harus Diketahui!
4 Syarat Sah Perjanjian dan Penjelasannya
Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan 4 syarat sah perjanjian. Keempat syarat ini dibagi menjadi dua kategori: syarat subjektif dan syarat objektif.
Syarat Subjektif (Terkait Para Pihak)
Syarat ini berkaitan dengan orang atau subjek hukum yang membuat perjanjian.
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (Adanya Kesepakatan)
Artinya, para pihak harus memberikan persetujuannya atas isi perjanjian secara sadar, bebas, dan tanpa adanya paksaan, penipuan, atau kekhilafan. Kesepakatan harus lahir dari kehendak yang murni.
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan (Kecakapan Para Pihak)
Setiap pihak harus “cakap” menurut hukum, yang berarti:
- Sudah dewasa (bukan anak di bawah umur).
- Tidak berada di bawah pengampuan (misalnya karena gangguan jiwa atau pemboros).
- Pihak yang berwenang untuk bertindak atas nama badan hukum (jika perjanjian atas nama perusahaan).
Syarat Objektif (Terkait Isi Perjanjian)
Syarat ini berkaitan dengan objek atau isi dari perjanjian itu sendiri.
3. Suatu pokok persoalan tertentu (Hal Tertentu)
Objek yang diperjanjikan harus jelas, dapat ditentukan, dan spesifik. Misalnya, dalam perjanjian jual beli mobil, harus jelas merek, tipe, tahun pembuatan, nomor rangka, dan nomor mesin mobil tersebut, bukan hanya “sebuah mobil”.
4. Suatu sebab yang halal (Sebab yang Halal / Legal Causa)
Isi dan tujuan dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Perjanjian untuk melakukan tindak kejahatan (misalnya, perjanjian jual beli narkotika) adalah contoh perjanjian dengan sebab yang tidak halal.
Baca juga:ย Fungsi Meterai untuk Perjanjian [Peraturan Terbaru]
Akibat Hukum Jika Syarat Sah Perjanjian Tidak Terpenuhi
Jika syarat sah perjanjian tidak terpenuhi, maka akibat hukumnya berbeda tergantung syarat mana yang dilanggar:
- Jika Syarat Subjektif tidak terpenuhi (misalnya, ada paksaan atau salah satu pihak tidak cakap hukum), maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan (voidable). Artinya, perjanjian itu tetap dianggap sah selama salah satu pihak yang merasa dirugikan tidak mengajukan permohonan pembatalan ke pengadilan.
- Jika Syarat Objektif tidak terpenuhi (misalnya, objek tidak jelas atau tujuannya ilegal), maka perjanjian tersebut batal demi hukum (void ab initio). Artinya, perjanjian itu dianggap tidak pernah ada sejak awal dan tidak memiliki akibat hukum apapun, tanpa perlu dimintakan pembatalan ke pengadilan.
Contoh Perjanjian Sah dan Tidak Sah
Untuk memahami bagaimana penerapan keempat syarat sahnya perjanjian dalam situasi nyata, perhatikan beberapa skenario sederhana berikut.
Contoh Perjanjian Sah
Si A (dewasa dan sadar) setuju menjual motornya (dengan nomor polisi, rangka, dan mesin yang jelas) kepada Si B (dewasa dan sadar) seharga Rp 15.000.000,-. Kesepakatan ini dituangkan dalam surat perjanjian. Ini adalah contoh syarat sah perjanjian yang terpenuhi semua.
Contoh Perjanjian yang Dapat Dibatalkan (Tidak Sah)
Si A menjual sebidang tanah kepada Si B karena mendapat tekanan atau ancaman. Di sini, syarat “kesepakatan” tidak terpenuhi secara murni. Si A berhak meminta pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan.
Contoh Perjanjian Batal Demi Hukum (Tidak Sah)
Si A dan Si B membuat perjanjian tertulis untuk melakukan kegiatan jual beli organ tubuh manusia. Karena tujuan (sebab) perjanjian ini ilegal dan bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian ini batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada.
Tips Praktikal Menyusun Perjanjian yang Sah
Untuk memastikan perjanjian yang Anda buat kuat secara hukum dan terhindar dari potensi sengketa, perhatikan beberapa tips praktis berikut:
- Buat Secara Tertulis: Meskipun lisan bisa sah, perjanjian tertulis adalah alat bukti terkuat.
- Gunakan Bahasa yang Jelas: Hindari istilah ambigu atau kalimat yang bisa ditafsirkan ganda.
- Pastikan Identitas Pihak Akurat: Verifikasi KTP untuk memastikan kecakapan dan kebenaran data para pihak.
- Rinci Objek Perjanjian Secara Spesifik: Semakin detail objek yang diperjanjikan, semakin kecil kemungkinan terjadi sengketa.
- Peran Meterai: Penting untuk diketahui, meterai bukan syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata. Sebuah perjanjian tanpa meterai tetap sah. Namun, meterai adalah syarat formalitas agar dokumen perjanjian tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
- Sertakan Saksi: Kehadiran minimal 2 orang saksi yang ikut menandatangani akan memperkuat posisi hukum perjanjian Anda.
Itu dia penjelasan lengkap mengenai empat syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Memahami dan memastikan setiap perjanjian yang Anda buatโbaik dalam bisnis maupun urusan pribadiโtelah memenuhi keempat syarat tersebut adalah langkah fundamental untuk melindungi diri dari risiko hukum dan memastikan setiap kesepakatan berjalan sesuai harapan.
Untuk memastikan perjanjian Anda tidak hanya memenuhi syarat sah, tetapi juga ditandatangani secara efisien dan aman, manfaatkan Mekari Sign. Anda dapat menandatangani dokumen perjanjian secara digital dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan membubuhkan e-meterai, memastikan setiap kesepakatan Anda terlindungi dan memiliki kekuatan hukum yang kuat, baik sebagai perjanjian maupun sebagai alat bukti.
Buat setiap perjanjian Anda sah dan aman bersama Mekari Sign!