![hukum waris](https://mekarisign.com/wp-content/uploads/2024/12/hukum-waris-1024x536.webp)
Ketika seseorang telah meninggal, orang tersebut akan meninggalkan harta waris atau kekayaan yang dimiliki untuk keturunannya. Di Indonesia, pembagian harta waris ini diatur dalam peraturan yang bernama hukum waris dalam hukum perdata.
Ingin memperdalam pengetahuan tentang hukum waris? Jangan khawatir karena artikel ini akan membahas sistem pembagian hukum waris secara komprehensif. Yuk, segera simak artikel di bawah ini!
Apa itu Hukum Waris?
Hukum waris adalah contoh hukum kepentingan pribadi yang berlaku di Indonesia. Hukum waris mengatur segala peninggalan harta benda dari seseorang yang telah meninggal (pewaris) untuk diberikan atau diserahkan kepada orang lain (ahli waris) sebagai penerusnya.
Artinya, hukum waris ini berperan sebagai kaidah hukum yang mengatur nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dan menentukan sosok yang berhak mendapatkan harta kekayaan tersebut.
Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki hukum yang seragam atau unifikasi yang berlaku sama pada seluruh masyarakat Indonesia. Karena itu, tiap masyarakat memiliki sistem pewarisan yang berbeda-beda.
Berdasarkan Pasal 1 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, ada tiga jenis sistem hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum waris adat, hukum waris islam, dan hukum waris perdata atau barat.
Baca Juga: Surat Keterangan Ahli Waris: Syarat, Cara Mengurus, dan Contohnya
Hukum Waris Adat
Hukum Waris Adat adalah hukum yang mengatur pembagian warisan berdasarkan prinsip garis keturunan yang sesuai dengan budaya dan adat masyarakat setempat.
- Sumber Hukum
Hukum Waris Adat adalah hukum yang berasal dari kebiasaan atau budaya setempat. Setiap daerah memiliki hukum waris adat yang berbeda-beda sesuai dengan kepatuhan tradisi daerah tersebut.
Prinsip Hukum Waris Adat menganut prinsip keturunan, yaitu patrilineal murni (mengikuti garis keturunan ayah), patrilineal beralih-alih (alternerend), matrilineal (mengikuti garis keturunan ibu), ataupun bilateral (mengikuti keduanya).
- Objek Hukum
Pada dasarnya, objek hukum ini adalah harta keluarga yang dapat berupa:
- Harta pusaka: harta kekayaan yang diyakini memiliki kekuatan magis.
- Harta bawaan: harta kekayaan yang dibawa oleh calon istri saat perkawinan.
- Harta pencaharian: harta yang diperoleh suami istri secara bersamaan atau sendiri.
- Harta pemberian seseorang kepada suami istri atau masing-masing.
Baca Juga: Apa itu Harta Gono Gini? Jenis, Pembagian, dan Contoh Suratnya
- Sistem Pembagian
Hukum Waris Adat memiliki sistem pembagian berdasarkan peran dan kedudukan masyarakat tiap daerah. Terdapat beberapa jenis sistem pewarisan, yaitu:
- Sistem Individual: Harta warisan sesuai bagiannya masing-masing dari kedua orang tua, contohnya pada Jawa, Batak, Sulawesi.
- Sistem Kolektif: Harta waris tidak dapat dibagi-bagi karena bentuk harta waris sudah satu kesatuan. Contohnya seperti di Minangkabau.
- Sistem Mayorat: Harta warisan diserahkan kepada anak tertua untuk menggantikan orang tuanya. Sistem mayorat laki-laki meninggalkan harta warisnya untuk anak laki sulung/tertua, seperti di Lampung. Sistem mayorat perempuan meninggalkan harta warisnya untuk anak perempuan tertua, seperti di tanah Semendo.
Hukum Waris Islam
Hukum Waris Islam adalah hukum pembagian harta warisan yang berkenaan dengan peralihan hak waris seseorang setelah meninggal kepada ahli warisnya. Hukum ini hanya berlaku bagi pemeluk agama Islam saja.
- Sumber Hukum
Hukum Waris Islam memiliki beberapa dasar hukum waris, yaitu:
- Al-Qur’an Surat An-Nisa’ (4) ayat 7 yang menjelaskan bahwa keturunan laki-laki akan mendapatkan bagian warisan dari kedua orang tua dan keluarga dekat atau Aqrabun. Bagi keturunan perempuan, sama dengan yang laki-laki. Setiap keturunan ada yang mendapatkan porsi yang berbeda-beda.
- Hadis Rasul adalah ucapan dan perbuatan dari Rasul.
- Pendapat atau Ijtihad Ulil Amri yang artinya usaha dengan ilmu dan akal untuk garis hukum dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
- Bentuk Hukum
Bentuk hukum waris Islam selalu terpaku pada ajaran al-Qur’an dan Hadits yang secara terperinci tertulis. Ayat-ayat pada kitab tersebut menjelaskan siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan sesuai dengan proporsinya.
- Sistem Pembagian
Ada 3 kelompok pembagian ahli waris, di antaranya:
- Dzulfaraidh: harta waris untuk ahli waris sudah ditentukan bagiannya. Dalam perhitungan pembagian warisan Islam, para ahli waris dalam bagian ini akan dikeluarkan terlebih dahulu karena sudah pasti mendapat bagiannya.
- Dzulqarabat: ahli waris mendapat bagian tidak tentu karena akan mendapat sisa warisan dari dzulfaraidh. Garis keturunan dalam kelompok ini adalah bilateral.
- Dzularham: kerabat jauh keluarga yang hadir apabila kedua ahli waris di atas tidak dapat datang.
Hukum Waris Barat
Hukum Waris Perdata atau Barat adalah hukum harta kekayaan dalam lingkup keluarga karena adanya sosok yang meninggal dan berakibat pada pemindahan harta kekayaan untuk keturunannya, baik dalam keluarga maupun pihak ketiga.
- Sumber Hukum
Di Indonesia, Hukum Waris Barat bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata yang asalnya dari Belanda. Hukum ini memiliki kesamaan dengan berbagai negara di bagian barat.
- Sistem Pembagian
Menurut KUH Perdata, ada dua cara memperoleh warisan, sebagai berikut:
- Hubungan perkawinan dan hubungan darah (ab intestato):
Ahli waris dalam hal ini terdiri dari:
Golongan Pertama (anak dan keturunannya garis lencang ke bawah), Golongan Kedua (orang tua dan saudara pewaris), Golongan Ketiga (harta dibagi dua untuk kakek nenek pihak ayah dan ibu apabila tidak ada Golongan Pertama dan Kedua), Golongan Keempat (sanak saudara pada garis menyamping sampai derajat keenam).
- Wasiat (testament): penunjukkan pada satu atau beberapa ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta (erfstelling). Selain itu, ada pula pemberian hak atas dasar wasiat khusus (legaat atau hibah wasiat).
Ahli waris harus menandatangani surat wasiat dihadapan dua orang saksi.
- Hak dan Kewajiban Ahli Waris
Setelah warisan terbuka, ada beberapa hak ahli waris, sebagai berikut:
- Menerima secara penuh (Zuivere aanvaarding): Secara tegas dituangkan dalam suatu akta sebagai ahli waris.
- Menerima dengan reserve / hak untuk menukar: Ahli waris tidak perlu menanggung utang dengan kekayaan sendiri jika utang tersebut lebih besar dari harta peninggalan.
- Menolak warisan: jumlah harta peninggalan lebih kecil daripada yang ditinggalkan pewaris.
Adapun beberapa kewajiban ahli waris, sebagai berikut:
- Memelihara keutuhan harta peninggal sebelum dibagikan. Pembagian harta warisan dapat dilakukan sewaktu-waktu.
- Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan lain-lain. Ahli waris tidak dapat dipaksa untuk tidak membagikan harta warisan.
- Melunasi utang pewaris.
- Melaksanakan wasiat jika ada.
Baca Juga: Akta Hibah: Proses Pembuatan di 2024 dan Contohnya
Kesimpulan
Pada dasarnya, hukum kewarisan adalah sumber hukum yang berasal dari kepentingan pribadi yang berkaitan dengan tingkah laku dan hak kewajiban setiap masyarakat sesuai dengan lingkungannya. Setiap masyarakat Indonesia boleh memilih antara ketiga sistem hukum yang berbeda sesuai dengan budaya dan kepercayaan masing-masing.
Hukum waris pastinya membutuhkan sejumlah urusan administratif, seperti tanda tangan ahli waris, akta kematian, dan lainnya. Proses tanda tangan tersebut dapat menghambat pembuatan surat.
Karena itu, Mekari Sign hadir sebagai solusi penyedia layanan resmi untuk tanda tangan digital tersertifikasi dan e-Meterai resmi dari Peruri. Dengan menggunakan layanan ini, segala dokumen sudah siap diluncurkan dengan mudah, cepat, dan aman!