
Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana sebuah perusahaan bisa mendapatkan barang atau jasa dengan tepat waktu, harga terbaik, dan tetap sesuai aturan? Di balik semua itu, ada proses strategis bernama procurement, yang berperan penting dalam kelangsungan operasional bisnis baik di sektor swasta maupun pemerintahan.
Procurement bukan hanya soal membeli sesuatu. Ia melibatkan perencanaan matang, pemilihan penyedia yang tepat, dan pengawasan ketat agar semua berjalan efisien dan transparan. Proses ini juga berkaitan langsung dengan kepatuhan hukum dan akuntabilitas perusahaan.
Lalu, bagaimana sebenarnya mekanisme procurement di Indonesia, dasar hukum, prinsip, serta tantangan yang sering dihadapi? Semua hal penting tersebut akan dibahas secara lengkap sebagai berikut.
Apa itu Procurement?
Procurement atau pengadaan adalah proses strategis dalam memperoleh barang dan jasa yang dibutuhkan organisasi, mencakup perencanaan, pemilihan vendor, kontrak, hingga evaluasi. Diatur oleh regulasi seperti Perpres No. 16 Tahun 2018 untuk sektor publik, dan fleksibel di sektor swasta.
Kini, banyak perusahaan mulai beralih ke sistem digital seperti eProcurement untuk mempercepat proses dan memastikan akurasi dokumen. Contoh penyedia layanan pengadaan berbasis kebutuhan kantor juga bisa ditemukan di platform seperti Asani.
Dasar Hukum Procurement di Indonesia
Dalam menjalankan proses procurement, baik di sektor pemerintah maupun swasta, pemahaman mendalam terhadap landasan hukum menjadi krusial. Regulasi ini mencakup seluruh tahapan mulai dari perencanaan, pemilihan penyedia, hingga pelaksanaan kontrak. Berikut regulasi utamanya:
Dasar Hukum Sektor Pemerintah
Pengadaan barang/jasa oleh instansi pemerintah diatur secara ketat untuk menjamin penggunaan anggaran negara yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa regulasi utamanya meliputi:
- Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018: Perpres ini menjadi pilar utama yang mengatur seluruh siklus pengadaan barang/jasa pemerintah. Di dalamnya tercakup prinsip-prinsip pengadaan (efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel) serta tahapan-tahapan kunci seperti:
- Perencanaan pengadaan
- Persiapan dan pelaksanaan pemilihan penyedia
- Pelaksanaan kontrak
- Serah terima pekerjaan
- Pengawasan dan pertanggungjawaban, termasuk penanganan pengaduan.
- Perpres No. 12 Tahun 2021: Sebagai respons terhadap dinamika dan kebutuhan percepatan pembangunan, Perpres ini menyempurnakan beberapa ketentuan dalam Perpres 16/2018. Poin-poin pembaruan yang signifikan antara lain:
- Penguatan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi (UMKM-Koperasi).
- Penyederhanaan proses pengadaan untuk produk dalam negeri dan UMKM-Koperasi.
- Optimalisasi penggunaan teknologi informasi melalui e-marketplace pengadaan barang/jasa.
- Penyesuaian terkait keadaan darurat.
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP): LKPP memiliki peran strategis dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengadaan barang/jasa pemerintah. Lembaga ini menerbitkan berbagai peraturan teknis sebagai turunan dari Perpres, misalnya:
- PerLKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.
- UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 & UU No. 19 Tahun 2016): UU ITE memberikan landasan legalitas untuk dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik. Ini sangat fundamental mengingat modernisasi pengadaan pemerintah yang semakin bergerak ke arah digital melalui platform e-procurement dan penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi untuk validasi dokumen.
- Regulasi Khusus Instansi (Contoh: Kementerian Keuangan) Selain peraturan umum di atas, instansi pemerintah tertentu juga dapat memiliki panduan atau peraturan internal yang lebih spesifik. Sebagai contoh:
- Pemanfaatan Tanda Tangan Elektronik: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan telah menguraikan pemanfaatan tanda tangan elektronik dalam lingkungan kerjanya, yang mendukung efisiensi dan keamanan proses bisnis, sejalan dengan UU ITE.
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 86 Tahun 2024: PMK ini, atau peraturan setingkat menteri lainnya, dapat mengatur aspek-aspek tertentu terkait pelaksanaan anggaran, pengelolaan aset negara, atau proses pengadaan yang lebih spesifik di lingkungan Kementerian Keuangan, yang perlu menjadi perhatian bagi para pihak yang terlibat.
Baca Juga: Legalitas dan Peraturan Tanda Tangan Elektronik di Indonesia
Dasar Hukum Sektor Swasta
Meskipun cenderung lebih fleksibel dibandingkan sektor pemerintah, procurement di sektor swasta tetap berpijak pada sejumlah aturan hukum yang menjamin kepastian hukum, hubungan kontraktual yang sehat, dan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): KUHPerdata, khususnya Buku Ketiga tentang Perikatan, menjadi fondasi utama bagi setiap transaksi dan kontrak bisnis, termasuk dalam aktivitas procurement. Pasal-pasal krusial seperti Pasal 1320 mengenai syarat sahnya perjanjian (kesepakatan, kecakapan, hal tertentu, sebab yang halal) dan Pasal 1457 tentang jual beli, mengatur hak dan kewajiban antara pembeli dan penyedia barang/jasa.
- UU No. 40 Tahun 2007: UUPT mengatur mengenai tata kelola internal perusahaan. Meskipun tidak secara spesifik mengatur procurement, UUPT mewajibkan adanya tata kelola perusahaan yang baik. Ini berarti keputusan pengadaan barang dan jasa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai dengan anggaran dasar dan yang telah disetujui oleh yang berwenang (RUPS, Direksi, atau Dewan Komisaris).
- UU No. 2 Tahun 2017: Jika proses procurement melibatkan pengadaan jasa konstruksi (misalnya pembangunan gedung kantor, pabrik, atau infrastruktur lainnya), maka UU Jasa Konstruksi menjadi rujukan wajib. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek mulai dari standar kualifikasi penyedia jasa, jenis kontrak konstruksi, kewajiban dan hak para pihak, standar keamanan dan keselamatan kerja, hingga penyelesaian sengketa konstruksi.
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Bagi perusahaan yang bergerak di sektor jasa keuangan (seperti bank, perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, atau emiten yang sahamnya tercatat di bursa efek), terdapat berbagai peraturan dari OJK yang relevan. Misalnya, prinsip tata kelola yang baik yang diatur OJK seringkali mengharuskan perusahaan memiliki kebijakan dan prosedur procurement yang terdokumentasi, transparan, dan dapat diaudit untuk melindungi kepentingan nasabah, investor, dan publik.
- UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008 & UU No. 19 Tahun 2016): Serupa dengan sektor pemerintah, UU ITE juga krusial bagi sektor swasta dalam era digital ini. Penggunaan platform e-procurement, kontrak elektronik, dan tanda tangan digital yang sah secara hukum memungkinkan proses pengadaan yang lebih cepat, efisien, dan aman. Pemanfaatan teknologi ini harus tetap memperhatikan ketentuan dalam UU ITE, khususnya terkait keamanan sistem elektronik dan perlindungan data pribadi.
Baca Juga: Panduan Lengkap Kontrak Elektronik
Tujuan dan Fungsi Procurement
Procurement merupakan elemen strategis yang mendukung operasional dan keberhasilan perusahaan. Berikut ini adalah tujuan dan fungsi utama procurement yang saling terintegrasi:
- Menghemat anggaran pengadaan: Procurement membantu perusahaan mendapatkan barang dan jasa dengan harga terbaik melalui seleksi vendor yang kompetitif dan negosiasi yang efektif.
- Memastikan ketersediaan barang dan jasa: Procurement menjamin bahwa kebutuhan operasional terpenuhi tepat waktu dan sesuai spesifikasi, agar proses bisnis tidak terganggu.
- Mendukung pencapaian tujuan perusahaan: Dengan mengelola pengadaan secara strategis, procurement berkontribusi langsung pada pencapaian target bisnis jangka pendek maupun jangka panjang.
- Mengurangi risiko rantai pasok: Procurement memilih mitra yang andal dan melakukan evaluasi berkelanjutan untuk menghindari keterlambatan, kekutasi rangan stok, atau kegagalan distribusi.
- Membangun hubungan baik dengan vendor: Procurement menjaga komunikasi yang efektif dan kolaboratif dengan vendor untuk menciptakan kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.
- Meningkatkan efisiensi dan transparansi: Procurement menyederhanakan proses pengadaan dan memastikan setiap tahapan terdokumentasi dengan baik, guna menciptakan efisiensi, akuntabilitas, dan menghindari praktik curang.
Baca Juga: Contoh Surat Perjanjian Kerja Sama Supplier Terbaru
Jenis-Jenis Procurement
Dalam dunia bisnis dan pemerintahan, procurement atau pengadaan terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan tujuan dan jenis barang/jasa yang dibeli. Berikut ini adalah jenis-jenis procurement yang paling umum digunakan:
Direct Procurement
Jenis ini mencakup pengadaan barang yang secara langsung digunakan dalam proses produksi atau dijual kembali.
Contoh: bahan baku industri, komponen mesin, atau produk grosir untuk dijual ulang. Tujuan utama dari direct procurement adalah untuk menghasilkan pendapatan dan mendukung lini produksi atau penjualan.
Indirect Procurement
Berbeda dengan direct procurement, indirect procurement berfokus pada pembelian barang atau jasa yang menunjang kegiatan operasional internal perusahaan.
Contoh: peralatan kantor, perangkat lunak manajemen, jasa kebersihan, atau layanan pelatihan karyawan. Jenis pengadaan ini tidak menghasilkan keuntungan langsung, tetapi sangat penting untuk menjaga kelancaran bisnis sehari-hari.
Goods Procurement
Merujuk pada pengadaan barang fisik secara umum, baik yang termasuk direct maupun indirect procurement. Termasuk dalam kategori ini adalah perlengkapan kantor, perangkat keras komputer, atau alat kesehatan. Contohnya pengadaan alat kesehatan untuk rumah sakit atau klinik.
Service Procurement
Jenis ini meliputi pengadaan jasa dari pihak ketiga untuk mendukung operasional bisnis.
Contoh: jasa keamanan, jasa IT support, layanan pemasaran digital, atau konsultan hukum. Service procurement umumnya membutuhkan penilaian lebih mendalam karena menyangkut kompetensi penyedia jasa dan keberlanjutan layanan.
Strategic Procurement
Fokus pada pengadaan jangka panjang yang strategis, biasanya untuk proyek besar atau kontrak bernilai tinggi. Tujuannya adalah membangun kerja sama jangka panjang dengan vendor yang mampu mendukung pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan.
Non-Official Procurement
Jenis pengadaan ini terjadi di luar sistem resmi atau prosedur formal, sering kali dilakukan untuk kebutuhan mendesak atau ad-hoc. Meskipun lebih fleksibel, jenis ini berisiko menimbulkan ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip pengadaan yang baik, seperti transparansi dan akuntabilitas.
Perbedaan Jenis-Jenis Procurement
Untuk memudahkan pemahaman, berikut tabel yang merangkum perbedaan utama dari masing-masing jenis procurement.
Jenis Procurement | Tujuan Utama | Contoh Barang/Jasa | Ciri Khas Utama |
Direct Procurement | Mendukung proses produksi/penjualan | Bahan baku, komponen mesin | Terkait langsung dengan revenue |
Indirect Procurement | Mendukung operasional internal | Software, alat tulis, pelatihan | Tidak berkontribusi langsung pada pendapatan |
Goods Procurement | Pengadaan barang fisik | Komputer, alat kesehatan | Berupa barang berwujud |
Service Procurement | Pengadaan jasa dari pihak ketiga | Jasa IT, konsultan, keamanan | Melibatkan layanan berbasis kompetensi |
Strategic Procurement | Membangun kemitraan jangka panjang | Kontrak vendor jangka panjang | Fokus pada nilai strategis dan keberlanjutan |
Non-Official Procurement | Kebutuhan mendesak, ad-hoc | Pengadaan darurat | Di luar prosedur resmi, potensi risiko tinggi |
Baca juga: 40+ Istilah Umum Dalam Dunia Logistik
Tahapan Proses Procurement
Proses procurement dilakukan secara sistematis untuk memastikan pengadaan berjalan efisien, transparan, dan sesuai kebutuhan perusahaan. Berikut adalah tahapan utamanya:
1. Identifikasi Kebutuhan
Tahapan ini dimulai dengan mengenali barang atau jasa yang diperlukan oleh unit atau divisi terkait. Tujuannya adalah memastikan bahwa pengadaan dilakukan sesuai prioritas operasional dan benar-benar dibutuhkan.
2. Perencanaan Pengadaan
Setelah kebutuhan teridentifikasi, tim procurement menyusun rencana pengadaan yang mencakup jadwal, anggaran, serta strategi pelaksanaan. Tahap ini penting untuk mencegah pembelian mendadak dan mengoptimalkan sumber daya.
3. Penyusunan Spesifikasi Teknis
Procurement menyusun detail spesifikasi teknis dan kriteria evaluasi vendor. Dokumen ini menjadi acuan penting bagi calon penyedia agar memahami secara tepat kebutuhan perusahaan.
4. Pemilihan Metode Pengadaan
Berdasarkan jenis dan nilai pengadaan, tim memilih metode yang paling tepat mulai dari tender terbuka, seleksi terbatas, hingga penunjukan langsung. Pemilihan metode ini berpengaruh terhadap efisiensi dan transparansi proses.
5. Evaluasi dan Seleksi Penyedia
Vendor yang memenuhi syarat akan dievaluasi berdasarkan kriteria objektif seperti harga, kualitas, dan pengalaman. Tujuannya adalah memilih mitra terbaik yang mampu memenuhi kebutuhan secara optimal.
6. Kontrak, Pembayaran, dan Evaluasi
Setelah vendor terpilih, kontrak ditandatangani dan implementasi dimulai. Pembayaran dilakukan sesuai ketentuan, lalu dilanjutkan dengan monitoring serta evaluasi kinerja vendor untuk peningkatan pengadaan berikutnya.
Baca Juga: 14 Contoh Surat Pengadaan Berbagai Kebutuhan, Terlengkap!
Prinsip-Prinsip Pengadaan
Dalam proses procurement, penerapan prinsip yang benar sangat penting agar kegiatan pengadaan berjalan dengan akuntabel dan sesuai regulasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 6, berikut tujuh prinsip utama dalam pengadaan barang dan jasa:
- Efisien: Proses pengadaan harus memanfaatkan sumber daya secara optimal, baik dari sisi waktu, biaya, maupun tenaga, tanpa mengurangi kualitas hasil.
- Efektif: Setiap langkah dalam pengadaan harus tepat sasaran dan sesuai kebutuhan, sehingga hasil akhirnya benar-benar mendukung tujuan perusahaan atau organisasi.
- Transparan: Informasi mengenai pengadaan harus tersedia secara terbuka dan mudah diakses oleh pihak yang berkepentingan untuk mencegah praktik yang tidak etis.
- Terbuka: Pengadaan harus memberikan kesempatan yang luas bagi semua pelaku usaha yang memenuhi syarat untuk ikut serta, tanpa batasan yang tidak relevan.
- Bersaing: Vendor atau penyedia harus dipilih melalui proses yang kompetitif agar perusahaan mendapatkan nilai terbaik dari sisi harga dan kualitas.
- Adil dan Tidak Diskriminatif: Semua pihak harus diperlakukan secara setara, tanpa perlakuan istimewa, diskriminasi, atau konflik kepentingan dalam proses pengadaan.
- Akuntabel: Setiap keputusan dan aktivitas pengadaan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan administrasi, dengan dokumentasi yang jelas dan lengkap.
Baca Juga: Kenali Apa itu Perjanjian Vendor serta Contoh Suratnya!
Tantangan dan Solusi dalam Procurement
Procurement bukan hanya soal pembelian barang atau jasa, tapi proses strategis yang memengaruhi efisiensi dan kelangsungan operasional. Di lapangan, praktisi sering menghadapi tantangan seperti tekanan biaya, pasokan tidak stabil, hingga tuntutan transparansi dan akuntabilitas.
Procurement modern menuntut lebih dari sekadar negosiasi harga. Profesional pengadaan saat ini harus mampu menavigasi risiko hukum, memastikan integritas proses, dan memanfaatkan teknologi secara maksimal. Tantangan-tantangan ini nyata di lapangan, terutama ketika proses masih mengandalkan metode manual yang rentan kesalahan dan penyimpangan.
Berikut adalah beberapa tantangan utama dalam proses procurement, beserta solusi strategis yang dapat diterapkan oleh organisasi:
- Fluktuasi harga dan ketersediaan pasokan: Perubahan harga pasar dan keterbatasan stok dapat mengganggu kelancaran pengadaan. Solusinya adalah dengan melakukan analisis tren pasar secara rutin, menjalin kerja sama jangka panjang dengan lebih dari satu vendor, dan membuat perencanaan kebutuhan yang adaptif.
- Kurangnya transparansi dan risiko manipulasi: Minimnya visibilitas pada proses manual meningkatkan potensi penyimpangan dan korupsi. Penggunaan sistem e-procurement, penerapan SOP, dan audit internal berkala menjadi solusi penting untuk menjaga akuntabilitas.
- Komunikasi yang tidak efektif dengan vendor: Kesalahpahaman spesifikasi, jadwal, atau kontrak bisa terjadi akibat komunikasi yang lemah. Solusinya adalah membangun komunikasi dua arah berbasis sistem digital yang terintegrasi dan terdokumentasi dengan baik.
- Evaluasi vendor yang tidak objektif: Pemilihan penyedia yang tidak didasari kriteria yang terukur dapat menurunkan mutu layanan atau produk. Untuk itu, perlu diterapkan sistem evaluasi vendor berbasis data dengan indikator performa yang jelas dan konsisten.
- Keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi: Kurangnya pemahaman teknologi dan minimnya pelatihan membuat proses pengadaan berjalan lambat dan tidak efisien. Solusinya adalah peningkatan kapasitas SDM serta adopsi teknologi e-procurement yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Baca juga: Apa itu e-Procurement? Transformasi Efisien untuk Bisnis
Itulah pembahasan lengkap seputar procurement, mulai dari jenis-jenis, tantangan dihadapi, serta solusi yang dapat diterapkan baik melalui SOP, audit, maupun pemanfaatan teknologi dari Mekari Sign. Dalam praktiknya, proses procurement yang efektif tidak hanya menekan biaya, tapi juga menjaga kepatuhan hukum dan kelancaran operasional perusahaan.
Untuk mengetahui solusi lengkap seputar digitalisasi dokumen bisnis. Anda juga bisa menjelajahi blog Mekari Sign untuk mendapatkan insight terbaru seputar procurement, legalitas dokumen, hingga transformasi digital dalam pengelolaan bisnis.
Permudah Proses Procurement dengan Tanda Tangan Digital Secara Online!

Referensi
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara – Artikel: Tanda Tangan Elektronik dalam Pengadaan Barang/Jasa
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara – Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86 Tahun 2024
- JDIH Mahkamah Agung RI. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
- Otoritas Jasa Keuangan. Portal Regulasi OJK – Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
- Peraturan BPK RI. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No. 16 Tahun 2018.
- Peraturan BPK RI. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan BPK RI. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
- Peraturan BPK RI. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE.
- Peraturan BPK RI. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.